Emiten properti Keluarga Riady PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) mendapat pinjaman sindikasi sebesar Rp6 triliun dari PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) dan PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) pada 6 Februari 2023. Dana perseroan digunakan guna melakukan pembayaran kembali (refinancing) atas sebagian kewajiban perseroan.
Ada dua surat utang senior dengan nilai total US$845 juta atau setara 12,9 triliun rupiah. Setelah dana itu cair, perseroan langsung mencairkan sebagian kredit sindikasi sebesar 3,9 triliun rupiah guna menuntaskan tender offer obligasi senior 2025 dan 2026 dengan nilai US$224,73 juta atau sekitar Rp3,44 triliun.
Pembelian kembali (buyback) dua surat utang dilakukan perseroan melalui anak usahanya, Theta Capital Pte. Ltd dengan nilai US$116,26 juta, setara 1,78 triliun rupiah untuk obligasi senior 2025 dan US$108,47 juta atau 1,66 triliun rupiah untuk obligasi senior 2026. Tingkat bunga obligasi masing-masing 8,125% dan 6,75%.
Menurut Sekretaris Perusahaan Lippo Karawaci Ratih Safitri, pembayaran atas pelaksanaan penawaran untuk membeli sebagian dua surat itu merupakan bentuk pengelolaan utang (liability management) yang dijalankan perseroan.
“Tindakan tersebut tidak berdampak negatif terhadap kegiatan operasional, hukum, dan kelangsungan bisnis perseroan,” ujar Ratih.
Kredit yang diterima LPKR sebesar 6 Triliun Rupiah dari BNI dan CIMB Niaga membuat Lippo Group terlibat konflik. Contohnya unit proyek properti Meikarta yang gagal serah terima. Kisruh Meikarta menjadi viral lantaran menjadi konflik dengan konsumen di sosial media.
Viralnya konflik ini mendapat perhatian dari DPR RI, sehingga petinggi Lippo Group dipanggil ke Senayan. Masalah PT Bank Nationalnobu Tbk (NOBU) soal memenuhi ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait modal inti minimum 3 triliun rupiah juga menjadi perhatian.
Ditengah segala permasalahan viral itu, anehnya Bank BNI berani menjadi mandated lead arrangers and bookrunners pinjaman sindikasi 6 triliun rupiah untuk Lippo Karawaci. Padahal sebelumnya BNI memutuskan menghentikan penyaluran kredit kepemilikan apartemen (KPA) baru Kota Meikarta pada 2018. Kabarnya proyek yang digarap Grup Lippo itu tersandung kasus dugaan suap perizinan.
Lippo Karawaci memberi jaminan dalam kredit sindikasi jumbo. Jaminan berupa tanah dengan luas 232.048 meter persegi, jaminan gadai atas rekening, dan jaminan fidusia atas hasil asuransi. Kemudian tanah dengan luas total 107.247 meter persegi yang berasal dari enam anak usaha Lippo Karawaci serta sejumlah jaminan fidusia hasil asuransi dari beberapa anak usaha perseroan. Kredit sindikasi ini punya bunga 7DDR+2,5% per tahunnya dengan tenor 84 bulan atau tujuh tahun.
Patut dipikirkan oleh publik, mengapa hukum yang berlaku dalam aksi korporasi ini adalah hukum Inggris? Padahal transaksi dilakukan dalam mata uang rupiah. Dicurigai transaksi tidak dilakukan di Bank BNI atau dalam negeri.
Publik perlu tahu, pemberian kredit dari BNI ke Grup Lippo dilakukan saat Silvano Winston Rumantir menjabat sebagai Group Managing Director Corporate and International Banking BNI. Silvano adalah anak mantan petinggi kelompok usaha Lippo, Andre Rumantir. Ibunya yakni Lucy Rumantir pemilik sekaligus Presdir J&L Realty, perusahaan konsultan investasi real estate ternama di Indonesia.
Dengan jabatannya, Silvano punya hak bertransaksi bisnis perbankan lintas negara sehingga tidak harus patuh pada hukum di Indonesia. Tindakan ini sama dengan prospektus kredit sindikasi 6 triliun rupiah LPKR yang melanggar hukum Indonesia. Porsi utang bank jangka pendek LPKR terbesar diperoleh dari Bank Mandiri. Nilainya 603,77 miliar rupiah. LPKR menerima fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK) Maret 2020, saat Silvano masih menjabat CFO Bank Mandiri.
Herannya, BNI kembali memberikan fasilitas pinjaman untuk PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) dengan plafon 500 miliar rupiah dengan bunga 11% per tahun pada Juni 2020. Tapi, perjanjian itu diadendum pada September 2020 dengan maksimum kredit 495,8 miliar rupiah. Akhirnya perseroan melunasi utang pada April 2022.